Wednesday, June 15, 2011

Prestasi Anak atau Ambisi Orangtua?

Bila kita amati, sejak dini anak-anak telah dikenalkan dengan persaingan. Bentuknya pun beragam, mulai dari lomba, sayembara, kompetisi hingga olimpiade. Ini bertujuan agar anak memiliki mental kompetitif dan tidak gampang menyerah. Selain itu, sekolah pun tidak mau ketinggalan. Berbagai program disiapkan agar anak menjadi seorang pemenang.


Program teranyar yang dibuat oleh sekolah adalah RSBI atau Rintisan Sekolah Berstandar Internasional. Tidak sedikit orangtua yang berusaha untuk memasukkan anaknya ke dalam sekolah-sekolah dengan standar internasional. Mahalnya biaya tidak menjadi halangan.

Tanpa orangtua sadari, sikap ambisius orangtua seringkali membuat anak terkungkung dalam situasi yang menekan. Ambisi ini dapat berupa sikap menuntut anak untuk berprestasi pada suatu bidang. Tak jarang, bila anak gagal mencapai target, anak akan dianggap bodoh dan gagal. Kompensasinya, orangtua akan memarahi, “menghina”, atau menyindir. Selain itu anak akan diikutkan bimbingan belajar dan tambahan pelajaran agar tidak tertinggal.

Jam belajar yang sudah lama semakin bertambah panjang, 8 jam di sekolah masih harus ditambah beberapa jam lagi di luar sekolah. Situasi seperti ini, bisa jadi menekan bagi anak karena ia tidak punya kesempatan untuk bermain dan bersosialisasi. Anak tumbuh dalam ketakutan untuk gagal dan melakukan kesalahan.

Perasaan tersebut menjadi sebuah tekanan batin bagi anak. Bila anak terus merasa tertekan, berbagai kegiatan positif yang diikutkan orangtua akan menjadi momok. Bisa saja, anak akan membolos dan menggunakan berbagai alasan untuk menghindari kegiatan tersebut.

Jika sudah begini, impian untuk mendapat prestasi akademis yang baik tinggal menjadi kenangan. Motivasi berprestasi anak akan turun dan digantikan perasaan cemas serta takut gagal. Kondisi ini, membuat anak enggan mencoba meraih nilai cemerlang. Bukan tak mungkin, anak akan gagal meraih prestasi dan tak naik kelas
Tentu ini bukan akhir yang kita harapkan. Kita semua berharap bahwa anak akan memiliki prestasi cemerlang dan dapat menjadi kebanggaan orangtua. Bila perlu, anak dapat membawa nama bangsa ke ranah internasional. Untuk itu, orangtua perlu mendukung anak. Perhatian, keadaan lingkungan, menjaga kesehatan, serta asupan gizi menjadi salah satu penting untuk meraih kesuksesan.

Namun, yang perlu ditekankan adalah, orangtua perlu ingat, bahwa apa yang mereka lakukan adalah untuk kemajuan anak. Bukan untuk ambisi atau obsesi pribadi. Jangan sampai anak merasa tertekan dan tidak nyaman dalam menjalani hidup. Biarkan mereka memilih apa yang terbaik bagi mereka.

Bila anak adalah anak panah, maka orangtua adalah busurnya. Tugas orangtua adalah memberikan dorongan serta mengarahkan, bukan memaksa!

Baca selengkapnya Dunia si Kecil

Pentingnya Peran Ayah Dalam Fase Menyusui

Sudah bukan rahasia lagi, dalam proses menyusui, ibu adalah tokoh sentral dan dianggap satu-satunya figur penting. Sedangkan ayah berperan sebagai pencari nafkah agar bisa membeli berbagai kebutuhan si buah hati. Namun benarkah peran ayah hanyalah sebagai tulang punggung keluarga?


Dulu, beberapa puluh tahun yang lalu, sebuah hal yang tabu kala ayah ikut membantu menggantikan popok, menceboki atau memandikan si kecil. Namun, sekarang jaman telah berubah. Peran Ayah pun bertambah. Seorang Ayah, harus siap membantu Ibu untuk merawat bayi dengan penuh kesadaran.

Jamak kita ketahui bahwa produksi Air Susu Ibu (ASI) erat kaitannya dengan kondisi batin ibu. Jika seorang ibu merasa cemas, tertekan dan takut ASI yang dihasilkan akan sedikit. Akibatnya, si kecil akan kekurangan ASI yang berujung pada kurangnya asupan gizi dan berdampak buruk pada pertumbuhannya. Walau pun ASI dapat diganti dengan susu formula, tetap saja ASI merupakan sumber gizi terbaik.

Keterlibatan ayah dapat dimulai saat Ibu menyusui si kecil. Proses menyusui ini akan menjadi sebuah ritual yang menyenangkan antara ibu, ayah dan si kecil. Ayah yang memperlihatkan kasih sayang dan perhatian penuh terhadap ibu dan si kecil akan membuat ibu merasa tenang dan terlindungi. Perasaan nyaman inilah yang membuat ibu termotivasi dan akibatnya, produksi ASI akan lancar dan berlimpah.

Di sinilah, ayah memegang peranan penting dalam proses menyusui. Figur ayah sebagai kepala dan pelindung keluarga akan membuat ibu merasa tidak sendirian saat merawat si kecil.

Selain saat menyusui, interaksi-interaksi yang dilakukan oleh ayah akan berbeda dengan yang dilakukan ibu. Bila ibu cenderung komunikatif sedangkan ayah berinteraksi dengan menggendong atau permainan fisik. Dari sisi perkembangan bayi, energi fisik yang besar milik ayah akan mengimbangi sentuhan lembut ibu. Perbedaan gaya inilah yang membuat si kecil kaya pengalaman. Dengan demikian, si kecil akan semakin cerdas dan semakin dekat dengan kedua orangtua.

Baca selengkapnya Dunia si Kecil

Monday, June 13, 2011

Ragam Gaya Mengajar Guru

Guru merupakan tokoh utama paling bertanggung jawab atas keberhasilan dan kegagalan pendidikan pada siswa. Termasuk di dalamnya pembentukan daya kreasi siswa. Guru merupakan pemimpin kelas. Penunjuk jalan. Nakhoda yang akan membawa kemana siswa berkembang.



Sesuai dengan perannya, guru harus mampu memperlihatkan pentingnya mata pelajaran dan niat untuk belajar melalui sikap positif dan antusiasme pada saat mengajar. Dengan demikian, siswa akan ikut termotivasi serta mencontoh apa yang ditunjukkan oleh gurunya.

Mudahnya, gaya guru mengajar dapat dikatakan sebagai sebuah gaya kepimpinan. Menurut Hersey & Blanchard (1982), gaya kepemimpinan dapat dibagi menjadi empat dimensi, yaitu Telling, Selling, Participating dan Delegating.

1.Telling merupakan gaya kepemimpinan yang kurang mempercayai bawahannya dan banyak memberikan banyak instruksi kepada bawahannya. Gaya ini tidak terlalu memperdulikan bagaimana kualitas hubungan antara atasan dan bawahan.

2.Selling ditandai dengan tingginya tuntutan untuk menyelesaikan tugas, tetapi pemimpin juga memperhatikan bagaimana kualitas hubungan dengan bawahannya.

3.Participating ditunjukkan dengan pemimpin yang lebih menitikberatkan pada kualitas hubungan tapi kurang memperhatikan penyelesaian tugas-tugas.

4.Delegating adalah sebuah gaya memimpin yang memberikan kepercayaan tinggi kepada bawahan untuk melakukan tugas sendiri dengan pemberian sedikit arahan. Hanya saja, sedikit sekali hubungan personal diantaranya.

Tiap-tiap gaya kepemimpinan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sehingga akan lebih bijak apabila seorang guru mampu mengkombinasikan beberapa gaya mengajar. Tidak hanya terlalu terpaku pada salah satu gaya mengajar. Karena guru merupakan sosok penting dalam mendidik dan membentuk karakter seorang murid.

Sumber :
http://www.psikologizone.com/ragam-gaya-mengajar-guru/065111770
Baca selengkapnya Dunia si Kecil

Sunday, June 12, 2011

Perlukah Seorang Anak Dibekali Ponsel?

       Saat ini, teknologi tidak lagi menjadi monopoli orang dewasa saja. Banyak anak-anak yang menggunakan iPad, Galaxy Tab, dan berbagai gadget canggih lain. Ponsel merupakan sebuah alat komunikasi yang praktis. Bisa dikatakan, saat ini, ponsel telah menjadi sebuah kebutuhan. Namun, apakah seorang anak benar-benar memerlukannya?

       Salah satu alasan anak dibelikan alat komunikasi ini adalah demi lancarnya komunikasi antara anak dan orangtua. Ini terjadi apabila orangtua merupakan pekerja yang sibuk dan jarang bertemu dengan anaknya di rumah. Hal ini dapat dipahami karena dengan ritme kerja yang padat, orangtua akan sulit dan jarang bertemu si anak. Hanya saja, perlu ada beberapa aturan yang ditekankan orangtua kala memutuskan untuk membelikan ponsel, antara lain:
1.Orangtua perlu menekankan bahwa anak dibelikan ponsel tidak digunakan untuk bergaya, melainkan agar mudah untuk berkomunikasi dengan orangtua.
2.Memberikan ponsel kepada anak, sama dengan memberi tanggung jawab kepada anak. Sehingga, perlu ada rasa memiliki dan menjaga pada anak.
3.Sebaiknya, jangan memberikan anak dengan kartu pasca bayar. Selain sulit untuk mengontrol, anak akan belajar untuk mengontrol. Ada baiknya, bila pulsa anak habis, orangtua tidak segera membelikan.
4.Kendati anak merengek untuk membeli ponsel canggih sebaiknya tidak langsung dituruti. Membekali anak, apalagi bila anak masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), dengan ponsel canggih sama saja dengan mengundang tindak kriminal. Sebuah ponsel yang mudah digunakan untuk menelepon dan mengirim pesan singkat sebenarnya sudah cukup.
        Yang perlu disadari, orangtua mesti mendidik bagaimana bertanggung jawab dan menghargai sesuatu. Apakah seorang anak perlu dibekali dengan ponsel atau tidak, kembali kepada masing-masing orangtua.

Sumber :

http://www.psikologizone.com/perlukah-seorang-anak-dibekali-ponsel/065112041
Baca selengkapnya Dunia si Kecil

Friday, June 10, 2011

Belajar dari Sikap Baik Anak-anak

Di balik kepolosan dan tingkah lucunya, seorang anak memiliki sikap baik yang dapat kita jadikan bahan untuk belajar. Salah satunya, kala kita mengamati seorang anak yang dengan gigih berusaha agar bisa mengayuh sepeda. Atau, bagaimana kala si kecil berimajinasi sambil menata balok-balok kayu.
Berikut beberapa sifat baik yang dapat kita tiru dari si kecil:

1. Tekun. Kebanyakan anak kecil gigih dan tekun melakukan berbagai hal yang mereka sukai. Mereka tidak takut gagal karena mereka tidak paham makna kegagalan. Sedangkan kita, orang dewasa, seringkali takut gagal karena pengaruh lingkungan dan bayangan kita sendiri.
2. Tak kenal takut. Anak kecil tidak melihat sebuah tantangan yang ada di depan mereka sebagai sebuah hal yang menakutkan. Mulanya, mereka tidak takut anjing atau kecoak. Namun, kita dan televisilah yang mengajarkan mereka rasa takut.
3. Selalu ingin tahu. Seorang anak kecil biasanya dicap ceriwis kala terlalu bertanya pada orang yang lebih tua. Padahal, saat mereka bertanya, mereka sedang belajar. Belajar tentang dunia di sekitar mereka. Mereka mempelajari berbagai hal dari sudut pandang mereka. Mereka belajar sambil bermain. Ada baiknya, kita meniru anak kecil yang belajar dengan bersenang-senang.
4. Determinasi kuat. Pernah mencoba mengambil mainan yang dipegang seorang anak? Niscaya dia akan menangis, berteriak dan marah. Anak memiliki keinginan kuat dan tidak mau berkompromi kala memiliki suatu tujuan. Berbeda dengan orang dewasa yang terkadang masih mau berkompromi dan mencari pembenaran kala tujuannya tidak tercapai.
5. Pekerja keras. Anak-anak adalah pekerja keras sejati! Coba amati seorang anak yang sedang bermain balok. Ketika balok-balok kayunya jatuh, dia akan berusaha menata baloknya hingga mendapatkan bentuk yang diinginkan.
6. Tulus. Anak punya sikap tulus, menerima orangtua apa adanya. Walaupun orangtuanya adalah orang yang paling keras dan kasar sedunia.

Sebagai orang yang lebih dewasa, kadang kita perlu bercermin kepada anak-anak yang sedang bermain. Dulu, kita seperti mereka. Namun, seiring waktu dan banyaknya tuntutan, kita mulai berubah. Tak keliru bila kita belajar dari sifat baik mereka. Lalu, menjadi orang dewasa yang makin baik!
Sumber :
http://www.psikologizone.com/macam-kesulitan-belajar-siswa/065111779
Baca selengkapnya Dunia si Kecil