Monday, April 11, 2011

Nature dan Nurture, Mana yang Lebih Berpengaruh?

Kali ini kami akan membahas mengenai perdebatan tentang nature (bawaan sejak lahir) dan nurture (pengaruh lingkungan) terhadap perkembangan anak. Disini, kami mengambil contoh perkembangan kecerdasan anak walaupun dalam kenyataannya, kedua faktor itu mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan seorang manusia.


Sejak lama para ilmuwan telah berdebat mengenai pengaruh nature dan nurture dalam perkembangan anak. Perdebatan ini telah berlangsung selama berabad-abad. Para ilmuwan berdebat mana yang lebih dominan dan lebih punya andil dalam perkembangan anak.
Nature atau alam dapat dikaitkan dengan gen dan hereditas. Mulai dari warna rambut, kulit, dan mata hingga tingkat kecerdasan seorang anak. Banyak peneliti yang percaya bahwa tingkat kecerdasan seorang anak sangat dipengaruhi kecerdasan orangtuanya. Bila kedua orangtuanya memiliki kecerdasan diatas rata-rata maka seorang anak bisa dipastikan memiliki kecerdasan yang tinggi juga.
Hanya saja, mereka mengalami kesulitan kala menemui seorang anak yang berasal dari orangtua yang memiliki kecerdasan rata-rata tapi melahirkan anak dengan kemampuan yang brilian. Begitu juga sebaliknya, ada orangtua yang memiliki kecerdasan tinggi tapi anaknya tidak memiliki kecerdasan yang sebanding.
Beberapa peneliti yang tidak puas hanya dengan jawaban herediter atau bawaan memutuskan untuk meneliti bagaimana pengaruh lingkungan terhadap perkembangan seorang anak.
Nurture atau buatan, merupakan faktor-faktor dari lingkungan sekitar anak yang memiliki pengaruh terhadap perkembangannya. Faktor ini bisa berupa lingkungan, keluarga, teman-teman, sekolah dan apa pun yang ada dilingkungan si anak. Para peneliti berasumsi faktor belajar lah yang mempengaruhi bagaimana tingkat kecerdasan seorang anak.
Sering kita melihat, bagaimana orangtua memberikan les tambahan kepada anak agar si anak lebih mampu untuk menangkap pelajaran yang diberikan di sekolah atau lebih siap saat menghadapi ujian akhir. Pemberian perilaku tersebut merupakan suatu cara dengan memanipulasi lingkungan dengan harapan ada peningkatan kecerdasan anak.
Hanya saja, kami berpendapat kedua faktor, baik nature atau pun nurture memiliki pengaruhnya sendiri dalam perkembangan seorang anak. Kami memandang, segala yang berkaitan dengan nature adalah modal dapat dikembangkan dengan berbagai perlakuan yang akan diberikan oleh orangtua dan lingkungan sekitar anak. Bukankah dua lebih baik daripada satu? =)

Sumber Bacaan :

Life-Span Development. John W. Santrock.
Baca selengkapnya Dunia si Kecil: April 2011

Fungsi Bermain Bagi si Kecil.

Kali ini, kami akan membahas mengenai fungsi bermain bagi anak-anak. Bermain dapat membantu anak-anak berkembang dengan pesat. Mengapa? Karena bermain memiliki kekuatan untuk membangun. Hal ini menimbulkan sebuah paradoks, bermain akan menghilang di lingkungan yang penuh tekanan (stressful) namun disisi lain, bermain akan menjadi sebuah sarana coping yang efektif untuk anak-anak.


Stress dan Konsekuensinya dalam Masa Kanak-kanak
Stres pada anak-anak merupakan sebuah hal yang normal dalam proses pertumbuhan. Seperti yang diungkapkan Freud, bahwa frustasi dan tantangan akan membantu anak-anak untuk menyeimbangkan id dan superego. Tidak jauh berbeda dengan Freud, Eriksson menjelaskan bahwa ada delapan krisis yang akan dilalui seseorang, 5 diantaranya adalah (basic trust vs mistrust, autonomy vs shame and doubt, initiative vs guilt, industry vs inferiority, dan identity vs role confusion). Sedangkan Piaget menyatakan bahwa anak-anak akan menggunakan perasaan tertekan mereka untuk mencari cara adaptasi yang baru.

Konsep Stres
Setelah beberapa dekade, banyak bukti yang menunjukkan bahwa pengalaman dan kejadian buruk dapat meningkatkan tingkat stres yang dapat menyebabkan psikopatologis pada anak-anak. Resiko yang signifikan juga terdapat pada kehilangan, perceraian dan menikah kembali, gangguan fisik yang kronis, bencana baik yang disebabkan oleh alam atau pun manusia, dan banyak lagi yang dapat menyebabkan gangguan psikologis untuk jangka panjang.
Namun, tidak setiap anak akan bereaksi dengan cara yang sama ketika menghadapi sebuah situasi yang menekan. Hal ini bergantung pada perbedaan individu (individual differences) serta bergantung pada usia, karakter anak dan bagaimana lingkungan mendukung untuk mengurangi atau menghilangkan level stresnya. Sebagai tambahan, banyak peneliti yang meyakini terdapat hubungan yang dinamis serta ada timbal balik antara lingkungan yang menekan (stressor) dan karakter anak.

Contoh Kondisi yang Menekan :
Rumah Sakit
Dirawat di rumah sakit selama beberapa waktu bisa jadi akan sangat menekan untuk beberapa anak. Pengalaman seperti ini akan mengendap dalam waktu yang cukup lama dan menghasilkan kecemasan dan stres pada anak. Seringkali cukup sulit bagi anak untuk memisahkan efek antara dirawat di rumah sakit dan jauh dari rumah atau efek dari penyakit serta pengobatan yang dijalani itu sendiri.
Faktanya, beberapa variabel perlu diperhatikan lebih lanjut, seperti parah tidaknya penyakit yang diderita, lama tidaknya dirawat, dan bagaimana suasana di rumah sakit. Variabel yang penting lainnya adalah umur dari anak karena mereka akan membayangkan penyakitnya sesuai dengan umurnya.
Contoh :
• Jennifer, 5 tahun, lahir dengan kelainan jantung. Ia diharuskan untuk check-up ke dokter setiap tahunnya. Namun suatu ketika, saat dokter menempelkan stetoskop ke dadanya, dia berpikir bagaimana bila dokter tidak mendengar detak jantungnya dan dokter menyatakan bahwa dia telah mati. Akhirnya dia menolak untuk diperiksa.
• Di Tufts Educational Day Care Center, Band-Aids (sejenis pembalut luka/ hansaplast/ tensoplast) merupakan alat yang digunakan sehari-hari. Karena seringkali anak-anak melukai diri mereka sendiri. Anak-anak berpikir bahwa luka kecil di kulit mereka akan membuat semua hal di dalam tubuh mereka akan keluar dan mereka akan cemas. Dengan menggunakan Band-Aids, kecemasan tersebut dapat ditekan.

Ketika anak menjadi semakin besar dan mencapai pemikiran operasional konkrit, mereka menyadari bahwa penyebab dari penyakit yang mereka alami ada di dalam tubuh mereka namun, penyakit tersebut berasal dari luar. Tekanan yang mereka alami pun berubah. Mereka mulai berpikir tentang isu-isu yang berkaitan dengan isolasi, kehilangan kontrol, rasa sakit, mutilasi atau kematian.

Tempat Pengungsian
Anak-anak datang ke tempat pengungsian dengan beragam alasan. Memahami berbagai alasan anak-anak datang ke pengungsian akan membantu bagaimana reaksi mereka saat di tempat pengungsian dan kemampuan mereka untuk melakukan coping stress melalui permainan. Beberapa faktor penting yang harus dipahami adalah mengapa mereka mengungsi, bagaimana kondisi dan cara mereka mengungsi, berapa lama mereka akan mengungsi, bagaimana dukungan dari masyarakat lokal, bagaimana kondisi tempat pengungsian, dan lain sebagainya.
Namun, walau dengan kondisi tempat pengungsian yang memadai pun, anak-anak masih menunjukkan tanda-tanda stres. Diantaranya adalah anak-anak jarang bermain atau bermain dengan cara yang berbeda.

Jadi, itulah mengapa kita sebaiknya membiarkan anak-anak kita bermain dengan senang dan gembira =).

Sumber Bacaan :
Children’s Play
Baca selengkapnya Dunia si Kecil: April 2011

Tuesday, April 5, 2011

Ciri-Ciri Anak Gifted

Kali ini kami akan membahas mengenai ciri-ciri dari anak yang berbakat atau gifted…



Renzulli, menyatakan bahwa Keberbakatan (giftedness), adalah kemampuan inteligensia berupa kemampuan logika analisis dan abstraksi tinggi, kreativitas tinggi, serta motivasi dan ketahanan kerja tinggi. Namun, banyak di antara mereka justru sulit berprestasi di sekolah.

Hal ini karena ia visual learner, selalu berpikir secara analisis, perfeksionis, dan kadang diikuti rasa percaya diri yang kurang, dan takut gagal sebelum mengerjakan tugas yang sebenarnya bisa dia kerjakan.
Malkito, 1980 menjelaskan beberapa cirri-ciri yang dimiliki oleh anak berbakat (gifted) adalah :
a. Intelektual/Belajar
Mudah menangkap pelajaran, ingatan baik, perbendaharaan kata luas, penalaran tajam (berpikir logis-kritis, memahami hubungan sebab-akibat), daya konsentrasi baik (perhatian tak mudah teralihkan), menguasai banyak bahan tentang macam-macam topik, senang dan sering membaca, ungkapan diri lancar dan jelas, pengamat yang cermat, senang mempelajari kamus maupun peta dan ensiklopedi. Cepat memecahkan soal, cepat menemukan kekeliruan atau kesalahan, cepat menemukan asas dalam suatu uraian, mampu membaca pada usia lebih muda, daya abstraksi tinggi, selalu sibuk menangani berbagai hal..
b. Kreativitas
Dorongan ingin tahunya besar, sering mengajukan pertanyaan yang baik, memberikan banyak gagasan dan usul terhadap suatu masalah, bebas dalam menyatakan pendapat, mempunyai rasa keindahan, menonjol dalam salah satu bidang seni, mempunyai pendapat sendiri dan dapat mengungkapkannya serta tak mudah terpengaruh orang lain, rasa humor tinggi, daya imajinasi kuat, keaslian (orisinalitas) tinggi (tampak dalam ungkapan gagasan, karangan, dan sebagainya. Dalam pemecahan masalah menggunakan cara-cara orisinal yang jarang diperlihatkan anak-anak lain), dapat bekerja sendiri, senang mencoba hal-hal baru, kemampuan mengembangkan atau memerinci suatu gagasan (kemampuan elaborasi).
c. Motivasi
Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus-menerus dalam waktu lama, tak berhenti sebelum selesai), ulet menghadapi kesulitan (tak lekas putus asa), tak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi, ingin mendalami bahan/bidang pengetahuan yang diberikan, selalu berusaha berprestasi sebaik mungkin (tak cepat puas dengan prestasinya), menunjukkan minat terhadap macam-macam masalah "orang dewasa" (misalnya terhadap pembangunan, korupsi, keadilan, dan sebagainya). Senang dan rajin belajar serta penuh semangat dan cepat bosan dengan tugas-tugas rutin, dapat mempertahankan pendapat-pendapatnya (jika sudah yakin akan sesuatu, tak mudah melepaskan hal yang diyakini itu), mengejar tujuan-tujuan jangka panjang (dapat menunda pemuasan kebutuhan sesaat yang ingin dicapai kemudian), senang mencari dan memecahkan soal-soal.
Ciri anak berbakat, perkembangannya secara merata di antara anak sebayanya, lebih cepat mengenal dan menggunakan kata-kata, konsentrasi belajarnya lebih panjang, lebih mudah mencari cara lain untuk memainkan sesuatu, mereka juga sangat baik dalam mengingat sesuatu yang pernah dipelajarinya. 14 ciri-ciri keberbakatan yang telah memiliki korelasi yang signifikan dengan tiga aspek tersebut (Balitbang Depdikbud, 1986):
1. Lancar Berbahasa (mampu mengutarakan pemikirannya);
2. Memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap ilmu pengetahuan;
3. Memiliki kemampuan yang tinggi dalam berpikir logis dan kritis;
4. Mampu belajar/bekerja secara mandiri;
5. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa);
6. Mempunyai tujuan yang jelas dalam tiap kegiatan atau perbuatannya;
7. Cermat atau teliti dalam mengamati;
8. Memiliki kemampuan memikirkan beberapa macam pemecahan masalah;
9. Mempunyai minat luas;
10. Mempunyai daya imajinasi yang tinggi;
11. Belajar dengan mudah dan cepat;
12. Mampu mengemukakan dan mempertahankan pendapat;
13. Mampu berkonsentrasi; dan
14. Tidak memerlukan dorongan (motivasi) dari luar.

Sumber Bacaan :
Scarlett, W. George., Naudeau, Sophie., Salonius-Paternak, Dorothy., Ponte, Iris. Childern’s Play. Tufts University

Baca selengkapnya Dunia si Kecil: April 2011

Sunday, April 3, 2011

Tahap Perkembangan Sigmund Freud

Kali ini kami akan membahas tentang tahap perkembangan dari Sigmund Freud. Freud adalah seorang psikiater yang mengemukakan bahwa pengalaman masa kecil akan sangat berpengaruh pada perkembangan seorang anak. Freud juga mengungkapkan bahwa terdapat 5 tahapan penting bagi seorang anak. Tahapan – tahapan tersebut adalah :




1. Tahap oral yang berlangsung dari usia 0 sampai 18 bulan, dimana pada tahap ini titik kenikmatan terletak pada mulut. Dimana makan, minum, dan menelan merupakan aktivitas yang menjadi sumber kenikmatan. Kenikmatan diperoleh dari rangsangan terhadap bibir, rongga mulut serta kerongkongan.

Kenikmatan pada tahap ini dipandang sebagai gambaran dari bermacam sifat pada masa yang akan datang. Kepuasan yang berlebihan pada tahap oral akan membentuk oral incorporation personality pada masa dewasa.

Oral incorporation personality adalah suatu kepribadian dimana seseorang senang untuk mengumpulkan pengetahuan atau harta benda. Bisa juga digambarkan sebagai seseorang yang gampang ditipu serta mudah menelan perkataan orang lain.

Sebaliknya, ketidakpuasan pada tahap oral akan menyebabkan oral aggression personality yang dapat ditandai dengan kesenangan berdebat dan sikap sarkastik. Kebiasaan merokok, menggigit pensil, mengunyah permen karet, menggunjing atau berkata – kata kotor merupakan dampak dari ketidakpuasan tahap oral.
2. Tahap anal yang berlangsung dari usia 18 bulan hingga 3 atau 4 tahun, dimana pada tahap ini titik kenikmatan terletak pada anus. Sepanjang tahap anal, bagaimana orangtua mengajarkan toilet training menjadi sebuah gambaran bagaimana masa depan anak dan hal ini berkaitan dengan perkembangan kepribadian anak.

Jika ibu terlampau keras, anak akan menahan feses dan mengalami sembelit. Ini merupakan gambaran tingkahlaku keras kepala dan kikir atau bisa disebut anal retentiveness personality.

Sebaliknya jika ibu tidak mengajarkan toilet training maka akan muncul sifat ketidakteraturan, destruktif, semaunya sendiri dan kejam (anal expulsiveness personality).

Apabila ibu membimbing dengan kasih sayang dan memuji kalau anak melakukan toilet training, anak akan mendapat pengertian bahwa mengeluarkan feses adalah aktivitas yang penting, gambaran dari sifat kreatif dan produktif.
3. Pada tahap phallic, alat kelamin merupakan daerah terpenting. Dan masturbasi merupakan aktivitas yang paling nikmat. Tahap phallic berlangsung antara usia 3 sampai 5, 6, atau 7 tahun. Pada tahap phallic juga muncul Oedipus complex, yang diikuti castration anxiety (kecemasan akan dikebiri pada anak laki-laki) dan penis envy (kecemburuan pada penis pada anak perempuan).

Oedipus sendiri adalah kateksis obyek seksual kepada orangtua yang berlawanan jenis serta permusuhan terhadap orangtua sejenis. Anak laki-laki ingin menyingkirkan ayahnya dan mendapatkan ibunya, dan begitu juga sebaliknya.
4. Tahap laten berlangsung dari usia 5, 6, atau 7 tahun sampai dengan usia pubertas (sekitar 12 tahun). Pada tahap ini Freud yakin bahwa rangsangan seksual ditekan dengan sedemikian rupa demi proses belajar. Pada tahap ini, anak mengganti kepuasan libido dengan kepuasan nonseksual, khususnya bidang atletik, intelektual, ketrampilan dan hubungan teman sebaya.
5. Tahap genital dimulai pada saat usia pubertas, ketika dorongan seksual sangatlah jelas terlihat pada diri remaja. Fase ini berlanjut hingga seseorang mati.
Sumber bacaan :
Psikologi Kepribadian, Alwisol.
Baca selengkapnya Dunia si Kecil: April 2011