Wednesday, June 15, 2011

Prestasi Anak atau Ambisi Orangtua?

Bila kita amati, sejak dini anak-anak telah dikenalkan dengan persaingan. Bentuknya pun beragam, mulai dari lomba, sayembara, kompetisi hingga olimpiade. Ini bertujuan agar anak memiliki mental kompetitif dan tidak gampang menyerah. Selain itu, sekolah pun tidak mau ketinggalan. Berbagai program disiapkan agar anak menjadi seorang pemenang.


Program teranyar yang dibuat oleh sekolah adalah RSBI atau Rintisan Sekolah Berstandar Internasional. Tidak sedikit orangtua yang berusaha untuk memasukkan anaknya ke dalam sekolah-sekolah dengan standar internasional. Mahalnya biaya tidak menjadi halangan.

Tanpa orangtua sadari, sikap ambisius orangtua seringkali membuat anak terkungkung dalam situasi yang menekan. Ambisi ini dapat berupa sikap menuntut anak untuk berprestasi pada suatu bidang. Tak jarang, bila anak gagal mencapai target, anak akan dianggap bodoh dan gagal. Kompensasinya, orangtua akan memarahi, “menghina”, atau menyindir. Selain itu anak akan diikutkan bimbingan belajar dan tambahan pelajaran agar tidak tertinggal.

Jam belajar yang sudah lama semakin bertambah panjang, 8 jam di sekolah masih harus ditambah beberapa jam lagi di luar sekolah. Situasi seperti ini, bisa jadi menekan bagi anak karena ia tidak punya kesempatan untuk bermain dan bersosialisasi. Anak tumbuh dalam ketakutan untuk gagal dan melakukan kesalahan.

Perasaan tersebut menjadi sebuah tekanan batin bagi anak. Bila anak terus merasa tertekan, berbagai kegiatan positif yang diikutkan orangtua akan menjadi momok. Bisa saja, anak akan membolos dan menggunakan berbagai alasan untuk menghindari kegiatan tersebut.

Jika sudah begini, impian untuk mendapat prestasi akademis yang baik tinggal menjadi kenangan. Motivasi berprestasi anak akan turun dan digantikan perasaan cemas serta takut gagal. Kondisi ini, membuat anak enggan mencoba meraih nilai cemerlang. Bukan tak mungkin, anak akan gagal meraih prestasi dan tak naik kelas
Tentu ini bukan akhir yang kita harapkan. Kita semua berharap bahwa anak akan memiliki prestasi cemerlang dan dapat menjadi kebanggaan orangtua. Bila perlu, anak dapat membawa nama bangsa ke ranah internasional. Untuk itu, orangtua perlu mendukung anak. Perhatian, keadaan lingkungan, menjaga kesehatan, serta asupan gizi menjadi salah satu penting untuk meraih kesuksesan.

Namun, yang perlu ditekankan adalah, orangtua perlu ingat, bahwa apa yang mereka lakukan adalah untuk kemajuan anak. Bukan untuk ambisi atau obsesi pribadi. Jangan sampai anak merasa tertekan dan tidak nyaman dalam menjalani hidup. Biarkan mereka memilih apa yang terbaik bagi mereka.

Bila anak adalah anak panah, maka orangtua adalah busurnya. Tugas orangtua adalah memberikan dorongan serta mengarahkan, bukan memaksa!

Baca selengkapnya Dunia si Kecil: June 2011

Pentingnya Peran Ayah Dalam Fase Menyusui

Sudah bukan rahasia lagi, dalam proses menyusui, ibu adalah tokoh sentral dan dianggap satu-satunya figur penting. Sedangkan ayah berperan sebagai pencari nafkah agar bisa membeli berbagai kebutuhan si buah hati. Namun benarkah peran ayah hanyalah sebagai tulang punggung keluarga?


Dulu, beberapa puluh tahun yang lalu, sebuah hal yang tabu kala ayah ikut membantu menggantikan popok, menceboki atau memandikan si kecil. Namun, sekarang jaman telah berubah. Peran Ayah pun bertambah. Seorang Ayah, harus siap membantu Ibu untuk merawat bayi dengan penuh kesadaran.

Jamak kita ketahui bahwa produksi Air Susu Ibu (ASI) erat kaitannya dengan kondisi batin ibu. Jika seorang ibu merasa cemas, tertekan dan takut ASI yang dihasilkan akan sedikit. Akibatnya, si kecil akan kekurangan ASI yang berujung pada kurangnya asupan gizi dan berdampak buruk pada pertumbuhannya. Walau pun ASI dapat diganti dengan susu formula, tetap saja ASI merupakan sumber gizi terbaik.

Keterlibatan ayah dapat dimulai saat Ibu menyusui si kecil. Proses menyusui ini akan menjadi sebuah ritual yang menyenangkan antara ibu, ayah dan si kecil. Ayah yang memperlihatkan kasih sayang dan perhatian penuh terhadap ibu dan si kecil akan membuat ibu merasa tenang dan terlindungi. Perasaan nyaman inilah yang membuat ibu termotivasi dan akibatnya, produksi ASI akan lancar dan berlimpah.

Di sinilah, ayah memegang peranan penting dalam proses menyusui. Figur ayah sebagai kepala dan pelindung keluarga akan membuat ibu merasa tidak sendirian saat merawat si kecil.

Selain saat menyusui, interaksi-interaksi yang dilakukan oleh ayah akan berbeda dengan yang dilakukan ibu. Bila ibu cenderung komunikatif sedangkan ayah berinteraksi dengan menggendong atau permainan fisik. Dari sisi perkembangan bayi, energi fisik yang besar milik ayah akan mengimbangi sentuhan lembut ibu. Perbedaan gaya inilah yang membuat si kecil kaya pengalaman. Dengan demikian, si kecil akan semakin cerdas dan semakin dekat dengan kedua orangtua.

Baca selengkapnya Dunia si Kecil: June 2011

Monday, June 13, 2011

Ragam Gaya Mengajar Guru

Guru merupakan tokoh utama paling bertanggung jawab atas keberhasilan dan kegagalan pendidikan pada siswa. Termasuk di dalamnya pembentukan daya kreasi siswa. Guru merupakan pemimpin kelas. Penunjuk jalan. Nakhoda yang akan membawa kemana siswa berkembang.



Sesuai dengan perannya, guru harus mampu memperlihatkan pentingnya mata pelajaran dan niat untuk belajar melalui sikap positif dan antusiasme pada saat mengajar. Dengan demikian, siswa akan ikut termotivasi serta mencontoh apa yang ditunjukkan oleh gurunya.

Mudahnya, gaya guru mengajar dapat dikatakan sebagai sebuah gaya kepimpinan. Menurut Hersey & Blanchard (1982), gaya kepemimpinan dapat dibagi menjadi empat dimensi, yaitu Telling, Selling, Participating dan Delegating.

1.Telling merupakan gaya kepemimpinan yang kurang mempercayai bawahannya dan banyak memberikan banyak instruksi kepada bawahannya. Gaya ini tidak terlalu memperdulikan bagaimana kualitas hubungan antara atasan dan bawahan.

2.Selling ditandai dengan tingginya tuntutan untuk menyelesaikan tugas, tetapi pemimpin juga memperhatikan bagaimana kualitas hubungan dengan bawahannya.

3.Participating ditunjukkan dengan pemimpin yang lebih menitikberatkan pada kualitas hubungan tapi kurang memperhatikan penyelesaian tugas-tugas.

4.Delegating adalah sebuah gaya memimpin yang memberikan kepercayaan tinggi kepada bawahan untuk melakukan tugas sendiri dengan pemberian sedikit arahan. Hanya saja, sedikit sekali hubungan personal diantaranya.

Tiap-tiap gaya kepemimpinan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sehingga akan lebih bijak apabila seorang guru mampu mengkombinasikan beberapa gaya mengajar. Tidak hanya terlalu terpaku pada salah satu gaya mengajar. Karena guru merupakan sosok penting dalam mendidik dan membentuk karakter seorang murid.

Sumber :
http://www.psikologizone.com/ragam-gaya-mengajar-guru/065111770
Baca selengkapnya Dunia si Kecil: June 2011

Sunday, June 12, 2011

Perlukah Seorang Anak Dibekali Ponsel?

       Saat ini, teknologi tidak lagi menjadi monopoli orang dewasa saja. Banyak anak-anak yang menggunakan iPad, Galaxy Tab, dan berbagai gadget canggih lain. Ponsel merupakan sebuah alat komunikasi yang praktis. Bisa dikatakan, saat ini, ponsel telah menjadi sebuah kebutuhan. Namun, apakah seorang anak benar-benar memerlukannya?

       Salah satu alasan anak dibelikan alat komunikasi ini adalah demi lancarnya komunikasi antara anak dan orangtua. Ini terjadi apabila orangtua merupakan pekerja yang sibuk dan jarang bertemu dengan anaknya di rumah. Hal ini dapat dipahami karena dengan ritme kerja yang padat, orangtua akan sulit dan jarang bertemu si anak. Hanya saja, perlu ada beberapa aturan yang ditekankan orangtua kala memutuskan untuk membelikan ponsel, antara lain:
1.Orangtua perlu menekankan bahwa anak dibelikan ponsel tidak digunakan untuk bergaya, melainkan agar mudah untuk berkomunikasi dengan orangtua.
2.Memberikan ponsel kepada anak, sama dengan memberi tanggung jawab kepada anak. Sehingga, perlu ada rasa memiliki dan menjaga pada anak.
3.Sebaiknya, jangan memberikan anak dengan kartu pasca bayar. Selain sulit untuk mengontrol, anak akan belajar untuk mengontrol. Ada baiknya, bila pulsa anak habis, orangtua tidak segera membelikan.
4.Kendati anak merengek untuk membeli ponsel canggih sebaiknya tidak langsung dituruti. Membekali anak, apalagi bila anak masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), dengan ponsel canggih sama saja dengan mengundang tindak kriminal. Sebuah ponsel yang mudah digunakan untuk menelepon dan mengirim pesan singkat sebenarnya sudah cukup.
        Yang perlu disadari, orangtua mesti mendidik bagaimana bertanggung jawab dan menghargai sesuatu. Apakah seorang anak perlu dibekali dengan ponsel atau tidak, kembali kepada masing-masing orangtua.

Sumber :

http://www.psikologizone.com/perlukah-seorang-anak-dibekali-ponsel/065112041
Baca selengkapnya Dunia si Kecil: June 2011

Friday, June 10, 2011

Belajar dari Sikap Baik Anak-anak

Di balik kepolosan dan tingkah lucunya, seorang anak memiliki sikap baik yang dapat kita jadikan bahan untuk belajar. Salah satunya, kala kita mengamati seorang anak yang dengan gigih berusaha agar bisa mengayuh sepeda. Atau, bagaimana kala si kecil berimajinasi sambil menata balok-balok kayu.
Berikut beberapa sifat baik yang dapat kita tiru dari si kecil:

1. Tekun. Kebanyakan anak kecil gigih dan tekun melakukan berbagai hal yang mereka sukai. Mereka tidak takut gagal karena mereka tidak paham makna kegagalan. Sedangkan kita, orang dewasa, seringkali takut gagal karena pengaruh lingkungan dan bayangan kita sendiri.
2. Tak kenal takut. Anak kecil tidak melihat sebuah tantangan yang ada di depan mereka sebagai sebuah hal yang menakutkan. Mulanya, mereka tidak takut anjing atau kecoak. Namun, kita dan televisilah yang mengajarkan mereka rasa takut.
3. Selalu ingin tahu. Seorang anak kecil biasanya dicap ceriwis kala terlalu bertanya pada orang yang lebih tua. Padahal, saat mereka bertanya, mereka sedang belajar. Belajar tentang dunia di sekitar mereka. Mereka mempelajari berbagai hal dari sudut pandang mereka. Mereka belajar sambil bermain. Ada baiknya, kita meniru anak kecil yang belajar dengan bersenang-senang.
4. Determinasi kuat. Pernah mencoba mengambil mainan yang dipegang seorang anak? Niscaya dia akan menangis, berteriak dan marah. Anak memiliki keinginan kuat dan tidak mau berkompromi kala memiliki suatu tujuan. Berbeda dengan orang dewasa yang terkadang masih mau berkompromi dan mencari pembenaran kala tujuannya tidak tercapai.
5. Pekerja keras. Anak-anak adalah pekerja keras sejati! Coba amati seorang anak yang sedang bermain balok. Ketika balok-balok kayunya jatuh, dia akan berusaha menata baloknya hingga mendapatkan bentuk yang diinginkan.
6. Tulus. Anak punya sikap tulus, menerima orangtua apa adanya. Walaupun orangtuanya adalah orang yang paling keras dan kasar sedunia.

Sebagai orang yang lebih dewasa, kadang kita perlu bercermin kepada anak-anak yang sedang bermain. Dulu, kita seperti mereka. Namun, seiring waktu dan banyaknya tuntutan, kita mulai berubah. Tak keliru bila kita belajar dari sifat baik mereka. Lalu, menjadi orang dewasa yang makin baik!
Sumber :
http://www.psikologizone.com/macam-kesulitan-belajar-siswa/065111779
Baca selengkapnya Dunia si Kecil: June 2011

Friday, June 3, 2011

Macam Kesulitan Belajar Siswa

Dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan. Namun, di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan.

Kesulitan belajar siswa dapat ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis yang dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya. Kesulitan belajar siswa mencakup pengertian yang luas, diantaranya :

1. Learning disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya.
2. Learning disfunction adalah gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya.
3. Underachiever merupakan siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah.
4. Slow learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
5. Learning disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya. Siswa yang mengalami kesulitan belajar seperti tergolong dalam pengertian di atas akan tampak dari berbagai gejala.
Sumber :
http://www.psikologizone.com/macam-kesulitan-belajar-siswa/065111779
Baca selengkapnya Dunia si Kecil: June 2011

Thursday, June 2, 2011

Tips Cara Terbuka dengan Orangtua

Pada jaman sekarang ini banyak sekali himbauan bagi orangtua untuk lebih terbuka dengan anak-anak mereka. Bagaimana jika kita sendiri yang mempunyai inisiatif untuk terbuka dengan orangtua? Tidak sedikit, kita sebagai remaja cenderung untuk dekat dengan teman sebaya dari pada dengan orangtua kita.

Mengapa kita melakukan hal ini? Kebanyakan kita para remaja berpikir orangtua bisanya hanya menghujam, melarang dan mengomeli. Padahal semua orangtua tidak selamanya seperti apa yang dipikirkan kita pikirkan. Justru orangtua kita akan menyesal dan merasa gagal jika kita sebagai remaja hanya terbuka pada kekasih atau teman kita.

Kita sebagai remaja mungkin juga merasa canggung dan segan untuk bercerita dengan ayah atau ibu di rumah tentang masalah yang kita hadapi.

Bila kita ada masalah, kita mungkin akan memilih diam atau pergi dari rumah. Bahkan akan menjadi sangat buruk jika kita memutuskan bunuh diri hanya karena masalah yang sebenarnya bisa kita pecahkan.

Cara untuk lebih terbuka pada orangtua bisa kita lakukan dengan bersikap Asertif. Tujuan dari kita bersikap asertif adalah mengutarakan keinginan kita pada ayah dan ibu di rumah. Berikut adalah tips yang mungkin dapat membantu kita para remaja untuk lebih bersikap asertif (terbuka) dengan keluarga:

1. Percaya pada orangtua kalau mereka pasti akan membantu kita menyelesaikan masalah
2. Bila sulit dengan keduanya, tentukan manakah antara ayah atau ibu yang lebih dekat dengan kita.
3. Ketika kita berbicara dengan mereka, kenali perasaan orangtua
4. Ekspresikan masalah atau keinginan dengan jujur dan jelas
5. Berpikir positif ketika menghadapi masalah dengan orangtua
6. Dengarkan baik-baik apa yang dikatakan orangtua pada kita sebelum menanggapi perkataan mereka.
7. Perlu sebuah komunikasi yang saling menghargai antara kita sebagai anak dan orangtua

Sumber :
http://www.psikologizone.com/tips-cara-terbuka-dengan-orangtua
Baca selengkapnya Dunia si Kecil: June 2011
Tahap tahap perkembangan manusia memiliki fase yang cukup panjang. Untuk tujuan pengorganisasian dan pemahaman, kita umumnya menggambarkan perkembangan dalam pengertian periode atau fase perkembangan.

Klasifikasi periode perkembangan yang paling luas digunakan meliputi urutan sebagai berikut: Periode pra kelahiran, masa bayi, masa awal anak anak, masa pertengahan dan akhir anak anak, masa remaja, masa awal dewasa, masa pertengahan dewasa dan masa akhir dewasa.

Perkiraan rata rata rentang usia menurut periode berikut ini memberi suatu gagasan umum kapan suatu periode mulai dan berakhir. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai pada setiap periode tahap tahap perkembangan manusia:

Periode prakelahiran (prenatal period) ialah saat dari pembuahan hingga kelahiran. Periode ini merupakan masa pertumbuhan yang luar biasa dari satu sel tunggal hingga menjadi organisme yang sempurna dengan kemampuan otak dan perilaku, yang dihasilkan kira kira dalam periode 9 bulan.

Masa bayi (infacy) ialah periode perkembangan yang merentang dari kelahiran hingga 18 atau 24 bulan. Masa bayi adalah masa yang sangat bergantung pada orang dewasa. Banyak kegiatan psikologis yang terjadi hanya sebagai permulaan seperti bahasa, pemikiran simbolis, koordinasi sensorimotor, dan belajar sosial.

Masa awal anak anak (early chidhood) yaitu periode pekembangan yang merentang dari masa bayi hingga usia lima atau enam tahun, periode ini biasanya disebut dengan periode prasekolah. Selama masa ini, anak anak kecil belajar semakin mandiri dan menjaga diri mereka sendiri, mengembangkan keterampilan kesiapan bersekolah (mengikuti perintah, mengidentifikasi huruf), dan meluangkan waktu berjam jam untuk bermain dengan teman teman sebaya. Jika telah memasuki kelas satu sekolah dasar, maka secara umum mengakhiri masa awal anak anak.

Masa pertengahan dan akhir anak anak (middle and late childhood) ialah periode perkembangan yang merentang dari usia kira kira enam hingga sebelas tahun, yang kira kira setara dengan tahun tahun sekolah dasar, periode ini biasanya disebut dengan tahun tahun sekolah dasar. Keterampilan keterampilan fundamental seperti membaca, menulis, dan berhitung telah dikuasai. Anak secara formal berhubungan dengan dunia yang lebih luas dan kebudayaan. Prestasi menjadi tema yang lebih sentral dari dunia anak dan pengendalian diri mulai meningkat.

Masa remaja (adolescence) ialah suatu periode transisi dari masa awal anak anak hingga masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira kira 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun hingga 22 tahun. Masa remaja bermula pada perubahan fisik yang cepat, pertambahan berat dan tinggi badan yang dramatis, perubahan bentuk tubuh, dan perkembangan karakteristik seksual seperti pembesaran buah dada, perkembangan pinggang dan kumis, dan dalamnya suara. Pada perkembangan ini, pencapaian kemandirian dan identitas sangat menonjol (pemikiran semakin logis, abstrak, dan idealistis) dan semakin banyak menghabiskan waktu di luar keluarga.

Masa awal dewasa (early adulthood) ialah periode perkembangan yang bermula pada akhir usia belasan tahun atau awal usia duapuluhan tahun dan yang berakhir pada usia tugapuluhan tahun. Ini adalah masa pembentukan kemandirian pribadi dan ekonomi, masa perkembangan karir, dan bagi banyak orang, masa pemilihan pasangan, belajar hidup dengan seseorang secara akrab, memulai keluarga, dan mengasuh anak anak.

Masa pertengahan dewasa (middle adulthood) ialah periode perkembangan yang bermula pada usia kira kira 35 hingga 45 tahun dan merentang hingga usia enampuluhan tahun. Ini adalah masa untuk memperluas keterlibatan dan tanggung jawab pribadi dan sosial seperti membantu generasi berikutnya menjadi individu yang berkompeten, dewasa dan mencapai serta mempertahankan kepuasan dalam berkarir.

Masa akhir dewasa (late adulthood) ialah periode perkembangan yang bermula pada usia enampuluhan atau tujuh puluh tahun dan berakhir pada kematian. Ini adalah masa penyesuaian diri atas berkurangnya kekuatan dan kesehatan, menatap kembali kehidupannya, pensiun, dan penyesuaian diri dengan peran peran sosial baru.

Sumber :
http://www.psikologizone.com/fase-fase-perkembangan-manusia
Baca selengkapnya Dunia si Kecil: June 2011

Ragam Definisi Kecanduan

Kecanduan dapat didefinisikan sebagai penggunaan zat psikoaktif atau substansi secara berulang-ulang, dan mengalami kesulitan untuk menghentikan penggunaan zat tersebut secara sukarela (Thyrer, 2008: 1).
Sedangkan Robert West menyatakan bahwa kecanduan adalah sebuah kondisi kronis dalam sistem motivasi dalam perilaku mencari hadiah (reward-seeking behaviour) telah menjadi lepas kendali (out of control) (Thyrer, 2008: 2).


Dalam ICD-10 (International Classification of Diseases), kecanduan dapat diartikan sebagai sebuah fenomena yang terdiri dari aspek perilaku, kognitif, dan psikologis yang berkembang setelah penggunaan suatu zat secara berulang-ulang. Termasuk keinginan kuat untuk memakai obat, kesulitan untuk mengontrol penggunaannya, menggunakannya secara terus-menerus walaupun tahu jika menyebabkan kerusakan pada tubuh, dan lebih memilih untuk menggunakan obat bila dibandingkan dengan aktivitas lain. (Thyrer, 2008: 3).
DSM-IV menjelaskan pengertian kecanduan sebagai kumpulan gejala yang mengindikasikan bahwa seseorang memiliki kesulitan untuk mengontrol penggunaan suatu sat dan meneruskan penggunaannya tanpa memerdulikan akibatnya (Thyrer, 2008:3).

Sedangkan Bowman, (2008 :6) menyatakan bahwa kecanduan atau adiksi dapat dibagi menjadi kecanduan terhadap suatu substansi (substance addiction) dan kecanduan terhadap proses (process addiction). Contoh substance addiction adalah kecanduan terhadap rokok, alkohol, dan obat-obatan. Sedangkan process addiction merupakan kecanduan terhadap kecanduan terhadap sebuah aktivitas, seperti berjudi, belanja, makan dan melakukan hubungan seksual.

Sumber:
http://www.psikologizone.com/ragam-definisi-kecanduan

Baca selengkapnya Dunia si Kecil: June 2011

Aspek Lingkungan Dalam Perkembangan Anak

Masa anak anak adalah masa yang paling membahagiakan bagi kebanyakan orang. Karena pada masa itu, kita tidak mendapatkan tutntutan atau pun tetakanan sosial. Pada masa anak-anak, yang menjadi sebuah tugas utama adalah bermain sembari belajar. Kesenangan pada masa anak-anak, akan berlanjut hingga usia remaja dimana tanggung jawab mulai diperkenalkan dan dibebankan pada anak-anak.


Pada masa remaja inilah, seorang anak mulai dikenalkan dengan norma dan aturan yang berlaku di dunia nyata. Pada masa ini pulalah, seorang anak mulai menjelajahi dunia yang lebih luas. Hanya saja, dewasa ini, beberapa remaja di Indonesia mendapatkan sorotan lebih. Terdapat beberapa kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh para remaja ini. Para anak-anak yang menginjak remaja ini melakukan pelecehan seksual kepada lawan jenis yang usianya tidak jauh berbeda.

Kesalahan yang dilakukan para remaja ini, dibebankan kepada orangtua masing-masing. Banyak pihak yang mengatakan bahwa kepribadian dari seorang remaja merupakan hasil didikan orangtua masing-masing. Hal ini dapat dibenarkan, namun alangkah lebih bijak jika faktor-faktor yang mempengaruhi bagaimana perkembangan kepribadian remaja dibahas satu persatu. Disini, penulis percaya bahwa perkembangan kepribadian remaja amat dipengaruhi oleh lingkungan.

Santrock menyatakan remaja merupakan masa transisi dimana akan banyak tekanan dan stres yang dialami oleh anak. Masa transisi ini ditandai dengan terjadinya pubertas pada anak. Bila pada perempuan ditandai dengan menarche (menstruasi) dan menumpuknya lemak pada beberapa bagian tubuh seperti panggul dan payudara. Sedangkan pada laki-laki ditandai dengan mimpi basah dan tumbuhnya rambut di beberapa bagian tubuh seperti kumis dan janggut.

Baiknya, perubahan fisik ini disertai dengan pemberian pendidikan dan pengertian dari orangtua maupun guru. Beberapa kali penulis menemukan anak-anak perempuan yang mengalami kebingungan saat mengalami menstruasi untuk kali pertama. Mereka merasa asing dengan peristiwa yang mereka alami dan berusaha mencaritahu dengan bertanya kepada teman-teman sebayanya. Bila informasi yang diberikan benar, mungkin, tidak akan menjadi sebuah masalah. Hanya saja, terkadang, informasi yang diberikan oleh teman sebaya si anak belum tentu benar dan tepat.

Hal yang sama terjadi pada anak laki-laki. Beberapa teman penulis, menggambarkan ketika mendapat mimpi basah untuk pertama kali, mereka menggambarkan sedang bersetubuh dengan seorang wanita dan diakhiri dengan keluarnya sperma untuk pertama kalinya. Memang, mimpi ini sifatnya amat subjektif dan bisa jadi tidak semua laki-laki mengingat bagaimana mimpi basahnya untuk pertama kali.

Seringkali, setelah mengalami mimpi basah, anak tidak akan menceritakan kepada orangtuanya. Ini bisa disebabkan perasaan cemas atau takut dimarahi bila mereka menceritakan apa yang telah terjadi pada mereka. Bisa juga, seorang anak akan malu dan sungkan untuk mengatakan bagaimana mimpi mereka.

Didorong rasa ingin tahu yang menggelora pada usia remaja, anak akan berusaha mencaritahu apa yang terjadi kepada diri mereka. Salah satu cara termudah adalah dengan bertanya kepada teman yang telah mengalami terlebih dahulu. Sekali lagi, muncul kekhawatiran penulis, tentang informasi yang diberikan oleh teman anak kurang benar dan kurang tepat. Sehingga menimbulkan pemahaman yang salah pada anak.

Cara lain yang seringkali dilakukan anak adalah dengan mencari di Internet. Sebuah cara yang mudah, sederhana dan praktis. Namun, seperti diketahui bersama, internet menyediakan beragam artikel dan gambar yang tidak diperuntukkan bagi anak / remaja seperti pornografi. Dan tidak bisa dipungkiri, sebagian besar anak / remaja di Indonesia telah mengakses materi-materi untuk dewasa tersebut.

Selain minimnya informasi yang dimiliki anak, lingkungan anak tinggal menjadi salah satu faktor yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan kepribadian anak dan remaja. Anak dan remaja cenderung akan meniru (modeling) figur yang dianggap penting dan berkesan. Figur ini belum tentu orangtua atau keluarga dekat si anak. Bisa saja, anak akan meniru salah satu teman yang sering dia lihat.

Walau tidak menutup kemungkinan anak akan meniru dari film atau komik. Atau bahkan anak akan mengembangkan tokoh fiksi yang ia bayangkan. Bila anak melihat film atau komik dimana tokoh utamanya melakukan pelecehan seksual, bisa jadi anak akan menganggap apa yang dilakukan idolannya benar dan meniru apa yang dilakukan.

Disini, dapat kita rasakan bahwa peran orangtua dan guru amatlah penting bagi perkembangan kepribadian anak. Orangtua merupakan pendidik dan pengajar pertama yang akan ditiru dan diikuti oleh anak.
Guru sendiri merupakan perwakilan orangtua anak ketika anak bersekolah. Guru memiliki kewajiban untuk membimbing dan membekali anak didiknya dengan ilmu dan moral. Guru juga berkewajiban utnuk mengingatkan, memotivasi dan memberi masukan selama anak berada di lingkungan sekolah.

Nah, apabila kita telah mengetahui perkembangan anak merupakan tanggung jawab bersama, maka akan jauh lebih baik apabila kita semua bekerja sama untuk membangun lingkungan yang kondusif sebagai tempat belajar anak-anak kita kelak.

Sumber :
http://www.psikologizone.com/aspek-lingkungan-dalam-perkembangan-anak
Baca selengkapnya Dunia si Kecil: June 2011

Kemunculan Anak Indigo ke Dunia

Sebagian dari kita mengenal bahwa sebagian kecil anak terlahir sebagai indigo. Tapi, benarkah indigo itu ada dan sejak kapan fenomena ini mulai diketahui?



Anak-anak ini disebut anak-anak indigo karena mereka dianggap memiliki aura berwarna nila. Istilah anak indigo berasal dari sebuah buku oleh Nancy Ann Tappe pada tahun 1982, yaitu Understanding Your Life Through Color. Buku lain, The Indigo Children: The New Kids Have Tiba, ditulis oleh Carroll dan Tober yang terbit pad 1998 menyebutkan, diperkirakan sebesar 60% dari orang berusia 14 sampai 25 dan 97% dari anak di bawah 10 adalah “indigo”.

Selain indigo, mereka banyak sebutan lain untuk anak dengan kemampuan lebih ini, diantaranya Star Kids (karena mereka mengaku dari dunia lain), Crystalline Children (karena beberapa orang mengatakan mereka sangat berkembang), dan sebagainya. Tidak satu pun dari klaim ini dapat bertahan sebab fenomena ini tidak dikaji dalam penelitian objektif melalui pengamatan ilmiah.

Menurut College of Metaphysical Studies, banyak dari mereka dikenal dengan bermacam sebutan seperti Indigo Children, Children of the Blue Ray, Rainbow Children, Star Children, Millennium Children, the Crystalline Children. Apapun sebutannya, dari mereka kita mendengar cerita-cerita luar biasa dan bahkan mengejutkan.

Walau demikian, Bryn Mawr College mengungkapkan bahwa salah satu karakteristik yang sangat dikenal pada anak indigo, yakni memiliki hipersensitivitas. Menurut keyakinan New Age, anak-anak ini memiliki tingkat empati yang sangat tinggi, dan secara alami tertarik pada hal-hal tentang misteri, spiritualitas, paranormal, dan okultisme.

Anak-anak ini dianggap mewakili keadaan yang lebih tinggi dalam evolusi manusia, beberapa percaya bahwa mereka memiliki kemampuan seperti paranormal. Sementara yang membedakan anak indigo dengan yang lain dari segi konvensional adalah empati yang meningkat dan kreativitas yang tinggi.

Kritik terhadap fenomena indigo cukup sederhana. Kritikus, seperti psikolog Russell Barkley, mengatakan bahwa gerakan New Age yang mengatakan gerakan munculnya indigo dalam jumlah banyak belum menghasilkan bukti empiris keberadaan anak-anak indigo. Ciri-ciri yang mereka gunakan untuk menggambarkan mereka pun hanya terlihat samar dan tidak jelas.

Kritikan lain adalah bahwa anak-anak ini selaras dengan paranormal. Mungkin, mereka mendapatkan hal ini akibat dari menonton acara televisi dengan penekanan pada sihir, keajaiban, dan ramalan. Mereka mungkin menanggapi apa yang mereka lihat dalam televisi.

Program pendidikan bagi anak indigo telah dijelaskan oleh College of Metaphysical Studies, dimulai dengan berhenti memberikan label indigo pada anak-anak tertentu. Banyak orang telah mencoba untuk memberikan label pada anak-anak dengan sebutan anak indigo dan bangga dengan ini. Padahal, pemberian label akan membuat mereka masuk ke dalam kotak yang dapat membatasi kreativitas dan kemampuan untuk mencapai potensi yang terbesar.

Sumber :

http://www.psikologizone.com/kemunculan-anak-indigo-ke-dunia
Baca selengkapnya Dunia si Kecil: June 2011