Masa anak anak adalah masa yang paling membahagiakan bagi kebanyakan  orang. Karena pada masa itu, kita tidak mendapatkan tutntutan atau pun  tetakanan sosial. Pada masa anak-anak, yang menjadi sebuah tugas utama  adalah bermain sembari belajar. Kesenangan pada masa anak-anak, akan  berlanjut hingga usia remaja dimana tanggung jawab mulai diperkenalkan  dan dibebankan pada anak-anak.
Pada masa remaja inilah, seorang anak mulai dikenalkan dengan norma  dan aturan yang berlaku di dunia nyata. Pada masa ini pulalah, seorang  anak mulai menjelajahi dunia yang lebih luas. Hanya saja, dewasa ini,  beberapa remaja di Indonesia mendapatkan sorotan lebih. Terdapat  beberapa kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh para remaja ini.  Para anak-anak yang menginjak remaja ini melakukan pelecehan seksual  kepada lawan jenis yang usianya tidak jauh berbeda.
Kesalahan yang dilakukan para remaja ini, dibebankan kepada orangtua  masing-masing. Banyak pihak yang mengatakan bahwa kepribadian dari  seorang remaja merupakan hasil didikan orangtua masing-masing. Hal ini  dapat dibenarkan, namun alangkah lebih bijak jika faktor-faktor yang  mempengaruhi bagaimana perkembangan kepribadian remaja dibahas satu  persatu. Disini, penulis percaya bahwa perkembangan kepribadian remaja  amat dipengaruhi oleh lingkungan.
Santrock menyatakan remaja merupakan masa transisi dimana akan banyak  tekanan dan stres yang dialami oleh anak. Masa transisi ini ditandai  dengan terjadinya pubertas pada anak. Bila pada perempuan ditandai  dengan menarche (menstruasi) dan menumpuknya lemak pada  beberapa bagian tubuh seperti panggul dan payudara. Sedangkan pada  laki-laki ditandai dengan mimpi basah dan tumbuhnya rambut di beberapa  bagian tubuh seperti kumis dan janggut.
Baiknya, perubahan fisik ini disertai dengan pemberian pendidikan dan  pengertian dari orangtua maupun guru. Beberapa kali penulis menemukan  anak-anak perempuan yang mengalami kebingungan saat mengalami menstruasi  untuk kali pertama. Mereka merasa asing dengan peristiwa yang mereka  alami dan berusaha mencaritahu dengan bertanya kepada teman-teman  sebayanya. Bila informasi yang diberikan benar, mungkin, tidak akan  menjadi sebuah masalah. Hanya saja, terkadang, informasi yang diberikan  oleh teman sebaya si anak belum tentu benar dan tepat.
Hal yang sama terjadi pada anak laki-laki. Beberapa teman penulis,  menggambarkan ketika mendapat mimpi basah untuk pertama kali, mereka  menggambarkan sedang bersetubuh dengan seorang wanita dan diakhiri  dengan keluarnya sperma untuk pertama kalinya. Memang, mimpi ini  sifatnya amat subjektif dan bisa jadi tidak semua laki-laki mengingat  bagaimana mimpi basahnya untuk pertama kali.
Seringkali, setelah mengalami mimpi basah, anak tidak akan  menceritakan kepada orangtuanya. Ini bisa disebabkan perasaan cemas atau  takut dimarahi bila mereka menceritakan apa yang telah terjadi pada  mereka. Bisa juga, seorang anak akan malu dan sungkan untuk mengatakan  bagaimana mimpi mereka.
Didorong rasa ingin tahu yang menggelora pada usia remaja, anak akan  berusaha mencaritahu apa yang terjadi kepada diri mereka. Salah satu  cara termudah adalah dengan bertanya kepada teman yang telah mengalami  terlebih dahulu. Sekali lagi, muncul kekhawatiran penulis, tentang  informasi yang diberikan oleh teman anak kurang benar dan kurang tepat.  Sehingga menimbulkan pemahaman yang salah pada anak.
Cara lain yang seringkali dilakukan anak adalah dengan mencari di  Internet. Sebuah cara yang mudah, sederhana dan praktis. Namun, seperti  diketahui bersama, internet menyediakan beragam artikel dan gambar yang  tidak diperuntukkan bagi anak / remaja seperti pornografi. Dan tidak  bisa dipungkiri, sebagian besar anak / remaja di Indonesia telah  mengakses materi-materi untuk dewasa tersebut.
Selain minimnya informasi yang dimiliki anak, lingkungan anak tinggal  menjadi salah satu faktor yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan  kepribadian anak dan remaja. Anak dan remaja cenderung akan meniru (modeling)  figur yang dianggap penting dan berkesan. Figur ini belum tentu  orangtua atau keluarga dekat si anak. Bisa saja, anak akan meniru salah  satu teman yang sering dia lihat.
Walau tidak menutup kemungkinan anak akan meniru dari film atau  komik. Atau bahkan anak akan mengembangkan tokoh fiksi yang ia  bayangkan. Bila anak melihat film atau komik dimana tokoh utamanya  melakukan pelecehan seksual, bisa jadi anak akan menganggap apa yang  dilakukan idolannya benar dan meniru apa yang dilakukan.
Disini, dapat kita rasakan bahwa peran orangtua dan guru amatlah  penting bagi perkembangan kepribadian anak. Orangtua merupakan pendidik  dan pengajar pertama yang akan ditiru dan diikuti oleh anak.
Guru sendiri merupakan perwakilan orangtua anak ketika anak  bersekolah. Guru memiliki kewajiban untuk membimbing dan membekali anak  didiknya dengan ilmu dan moral. Guru juga berkewajiban utnuk  mengingatkan, memotivasi dan memberi masukan selama anak berada di  lingkungan sekolah.
Nah, apabila kita telah mengetahui perkembangan anak merupakan  tanggung jawab bersama, maka akan jauh lebih baik apabila kita semua  bekerja sama untuk membangun lingkungan yang kondusif sebagai tempat  belajar anak-anak kita kelak.
Sumber :
http://www.psikologizone.com/aspek-lingkungan-dalam-perkembangan-anak
No comments:
Post a Comment